PLTN Ditolak, RI Mau Bangun Pembangkit Listrik Thorium
http://bsy-news.blogspot.com/2015/08/pltn-ditolak-ri-mau-bangun-pembangkit.html
Ilustrasi ☆
Masih banyaknya masyarakat menentang wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), membuat pemerintah berpikir untuk mengganti jenis pembangkit tersebut dengan thorium yang diklaim sebagai nuklir hijau.
"Sekarang ini sudah sama BATAN kerjasama buat laboratorium, bangun PLTT (Thorium)," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, Jumat (14/8/2015).
Apa itu thorium?
Berdasarkan situs Dewan Energi Nasional yang dikutip detikFinance, Thorium merupakan bahan bakar nuklir yang lebih unggul dari uranium di hampir semua aspek. Namun memang belum banyak didengar. Thorium disebut sebagai nuklir hijau.
Reaktor nuklir bertenaga thorium tidak pernah dapat meleleh. Hal ini karena thorium sedikit lebih ringan daripada uranium dan tidak fissile - artinya kita bisa menumpuknya dan tidak akan mengalami reaksi runway berantai. Sebaliknya, hanya perlu menyuntikkan energi ke dalam reaktor thorium agar menyala atau kick off.
Beberapa desain menggunakan uranium atau plutonium sebagai pemicu kick off. Desain yang lebih aman lagi menggunakan berkas partikel untuk memicu reaksi. Desain tersebut dikenal sebagai sistem accelerator-driven, reaktor menggunakan akselerator partikel untuk menghasilkan berkas proton yang ditembakkan ke thorium, menghasilkan neutron.
Thorium merupakan pilihan yang baik karena memiliki neutron-yield yang tinggi per neutron yang diserap. Jika ada masalah, kita dapat mematikan berkas, dan reaktor akan mendingin dengan sendirinya. Pelelehan dihindari dengan tidak melakukan apa-apa.
Sedangkan untuk reaktor uranium, pada keadaan operasi normal, diperlukan intervensi konstan yang aktif untuk mencegah pelelehan atau meltdown.
Oleh karena thorium lebih ringan dari uranium, maka thorium menghasilkan limbah radioaktif tingkat tinggi yang lebih sedikit. Limbah ini umum dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir. Jika reaktor berbahan bakar uranium menghasilkan limbah berton-ton selama hidup reaktor, dan tetap beracun selama 10.000 tahun ke depan, maka reaktor thorium menghasilkan lebih sedikit limbah, yang tetap beracun hanya untuk sekitar 500 tahun ke depan. Jelas lebih aman dari uranium.
International Atomic Energy Agency (IAEA) memperkirakan bahwa potensi sumber daya thorium adalah antara tiga dan empat kali lebih banyak daripada potensi sumber daya uranium dan juga jauh lebih efisien dalam siklus bahan bakar - antara 100 dan 300 kali lebih efisien daripada reaktor standar light-water. (rrd/dnl)RI Gunakan Thorium Untuk Reaktor ke-4 di Serpong Foto: Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto ☆
Pemerintah dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) saat ini sedang membangun reaktor nuklir terbaru atau yang ke-4 di Serpong, Banten. Nantinya reaktor yang ditargetkan selesai dan beroperasi 2019 tersebut juga akan menggunakan bahan bakar thorium (nuklir hijau).
"Nantinya reaktor kita yang baru dalam program Reaktor Daya Eksperimental (RDE) kapasitas 30 mega watt (MW) juga menggunakan thorium, jadi rektor ini bisa uranium juga thorium," ungkap Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto, kepada detikFinance, Selasa (11/8/2015).
Djarot mengatakan, salah satu alasan mengapa BATAN juga mengembangkan thorium, karena cadangan thorium di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan uranium.
"Cadangan Thorium di Indonesia mencapai 70.000 ton, atau 4 kali lebih banyak daripada cadangan uranium kita," ungkapnya.
Ia mengakui, penggunaan thorium untuk listrik jauh lebih aman dibandingkan dengan menggunakan uranium.
"Walau sama-sama mengandung radiasi, thorium memang jauh lebih aman daripada uranium. Karena thorium tidak bisa digunakan jadi senjata seperti uranium," tutup Djarot. (rrd/dnl)Mungkinkah RI Punya Pembangkit Listrik Thorium? Penolakan pada rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) masih banyak terjadi, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pejabat negara. Saat ini muncul lagi wacana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT), yang katanya lebih aman dari PLTN.
Pertanyaanya, mungkinkah Indonesia punya PLTT?
"Secara teori mungkin saja, tapi implementasinya sulit, karena sampai saat ini belum ada satupun negara di dunia ini yang mengoperasikan PLTT," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto, kepada detikFinance, Selasa (11/8/2015).
Djarot mengatakan, walaupun sebenarnya secara sumber daya, Indonesia banyak sekali memiliki cadangan Thorium.
"Cadangan Thorium di Indonesia 4 kali lipat dari cadangan uranium, artinya secara sumber daya kita punya banyak," kata Djarot.
Selain itu, belum ada industri di dunia ini yang fokus mengembangan Thorium. Walau diakui penggunaan Thorium jauh lebih aman dari pada uranium. Salah satunya karena tidak bisa dijadikan senjata atau bom.
"Toshiba, Rosatom dan industri-industri pengolahan uranium belum fokus mengelola thorium untuk pembangkit listrik, mereka lebih suka kembangkan uranium," ungkapnya.
Apalagi, bila Indonesia mau mengembangkan pembangkit listrik thorium, harusnya mengembangkan PLTN terlebih dahulu.
"Bangun PLTT itu harusnya kembangin dulu PLTN, karena pengembangan thorium itu sebelumnya pengembangan dari uranium," ucapnya. (rrd/ang)
Masih banyaknya masyarakat menentang wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), membuat pemerintah berpikir untuk mengganti jenis pembangkit tersebut dengan thorium yang diklaim sebagai nuklir hijau.
"Sekarang ini sudah sama BATAN kerjasama buat laboratorium, bangun PLTT (Thorium)," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, Jumat (14/8/2015).
Apa itu thorium?
Berdasarkan situs Dewan Energi Nasional yang dikutip detikFinance, Thorium merupakan bahan bakar nuklir yang lebih unggul dari uranium di hampir semua aspek. Namun memang belum banyak didengar. Thorium disebut sebagai nuklir hijau.
Reaktor nuklir bertenaga thorium tidak pernah dapat meleleh. Hal ini karena thorium sedikit lebih ringan daripada uranium dan tidak fissile - artinya kita bisa menumpuknya dan tidak akan mengalami reaksi runway berantai. Sebaliknya, hanya perlu menyuntikkan energi ke dalam reaktor thorium agar menyala atau kick off.
Beberapa desain menggunakan uranium atau plutonium sebagai pemicu kick off. Desain yang lebih aman lagi menggunakan berkas partikel untuk memicu reaksi. Desain tersebut dikenal sebagai sistem accelerator-driven, reaktor menggunakan akselerator partikel untuk menghasilkan berkas proton yang ditembakkan ke thorium, menghasilkan neutron.
Thorium merupakan pilihan yang baik karena memiliki neutron-yield yang tinggi per neutron yang diserap. Jika ada masalah, kita dapat mematikan berkas, dan reaktor akan mendingin dengan sendirinya. Pelelehan dihindari dengan tidak melakukan apa-apa.
Sedangkan untuk reaktor uranium, pada keadaan operasi normal, diperlukan intervensi konstan yang aktif untuk mencegah pelelehan atau meltdown.
Oleh karena thorium lebih ringan dari uranium, maka thorium menghasilkan limbah radioaktif tingkat tinggi yang lebih sedikit. Limbah ini umum dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir. Jika reaktor berbahan bakar uranium menghasilkan limbah berton-ton selama hidup reaktor, dan tetap beracun selama 10.000 tahun ke depan, maka reaktor thorium menghasilkan lebih sedikit limbah, yang tetap beracun hanya untuk sekitar 500 tahun ke depan. Jelas lebih aman dari uranium.
International Atomic Energy Agency (IAEA) memperkirakan bahwa potensi sumber daya thorium adalah antara tiga dan empat kali lebih banyak daripada potensi sumber daya uranium dan juga jauh lebih efisien dalam siklus bahan bakar - antara 100 dan 300 kali lebih efisien daripada reaktor standar light-water. (rrd/dnl)RI Gunakan Thorium Untuk Reaktor ke-4 di Serpong Foto: Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto ☆
Pemerintah dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) saat ini sedang membangun reaktor nuklir terbaru atau yang ke-4 di Serpong, Banten. Nantinya reaktor yang ditargetkan selesai dan beroperasi 2019 tersebut juga akan menggunakan bahan bakar thorium (nuklir hijau).
"Nantinya reaktor kita yang baru dalam program Reaktor Daya Eksperimental (RDE) kapasitas 30 mega watt (MW) juga menggunakan thorium, jadi rektor ini bisa uranium juga thorium," ungkap Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto, kepada detikFinance, Selasa (11/8/2015).
Djarot mengatakan, salah satu alasan mengapa BATAN juga mengembangkan thorium, karena cadangan thorium di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan uranium.
"Cadangan Thorium di Indonesia mencapai 70.000 ton, atau 4 kali lebih banyak daripada cadangan uranium kita," ungkapnya.
Ia mengakui, penggunaan thorium untuk listrik jauh lebih aman dibandingkan dengan menggunakan uranium.
"Walau sama-sama mengandung radiasi, thorium memang jauh lebih aman daripada uranium. Karena thorium tidak bisa digunakan jadi senjata seperti uranium," tutup Djarot. (rrd/dnl)Mungkinkah RI Punya Pembangkit Listrik Thorium? Penolakan pada rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) masih banyak terjadi, baik di kalangan masyarakat maupun di kalangan pejabat negara. Saat ini muncul lagi wacana untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT), yang katanya lebih aman dari PLTN.
Pertanyaanya, mungkinkah Indonesia punya PLTT?
"Secara teori mungkin saja, tapi implementasinya sulit, karena sampai saat ini belum ada satupun negara di dunia ini yang mengoperasikan PLTT," kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto, kepada detikFinance, Selasa (11/8/2015).
Djarot mengatakan, walaupun sebenarnya secara sumber daya, Indonesia banyak sekali memiliki cadangan Thorium.
"Cadangan Thorium di Indonesia 4 kali lipat dari cadangan uranium, artinya secara sumber daya kita punya banyak," kata Djarot.
Selain itu, belum ada industri di dunia ini yang fokus mengembangan Thorium. Walau diakui penggunaan Thorium jauh lebih aman dari pada uranium. Salah satunya karena tidak bisa dijadikan senjata atau bom.
"Toshiba, Rosatom dan industri-industri pengolahan uranium belum fokus mengelola thorium untuk pembangkit listrik, mereka lebih suka kembangkan uranium," ungkapnya.
Apalagi, bila Indonesia mau mengembangkan pembangkit listrik thorium, harusnya mengembangkan PLTN terlebih dahulu.
"Bangun PLTT itu harusnya kembangin dulu PLTN, karena pengembangan thorium itu sebelumnya pengembangan dari uranium," ucapnya. (rrd/ang)
⚓️ detik